Top 5 Entri

Jumat, Mei 19, 2017

Abai Terhadap Cita-Cita Anak

#sarapanparenting
===============
Abai Terhadap Cita-Cita Anak

Tentu kita masih ingat saat kita kecil, masing-masing dari kita pasti punya cita-cita, apapun itu, sehingga dulu kalau ada yang tanya cita-cita kita apa maka kita akan menjawab dengan yakinnya “jadi polisi, pilot, masinis, tentara, dokter, guru, insinyur” dsb, lalu seringkali yang mendengar jawaban dari kita ada yang tertawa, memuji, tersenyum geli dsb. Yaaa, memang begitulah anak-anak, seperti anak kita juga sekarang, setiap ada yang ia lihat entah sesuatu itu terasa enak untuk dilakukan, terlihat keren, terlihat asik maka kemungkinan besar ingin menjadi seperti itu, bahkan ada yang kalau ditanya malah ingin jadi karakter superhero dalam film tertentu, huehehe.

Pada awalnya bagi anak punya cita-cita mau jadi apa adalah tentang bahwa hal tersebut “ENAK” untuk dilakukan, sehingga, jadi ini atau itu = enak / seru / asik, anak-anak belum berpikir soal tanggungjawabnya, prosesnya menuju kesana atau hal apa saja yang perlu disiapkan untuk menuju kesana. Dan seringkali karena bagi kita itu nampak lucu atau “ah, paling nanti masih gonta ganti lagi” maka kita seringkali mengabaikan saja cita-cita anak kita, bahkan banyak orangtua yang justru meremehkan, atau malah menghalangi dengan berkata “kok jadi itu sih, jadi ini aja lebih keren, gajinya lebih besar” dsb, lah sama anak kok udah banding-bandingkan soal gaji segala.

Potensi Resiko
Apabila kita sering mengabaikan cita-cita anak maka lama-lama anak juga merasa bahwa punya cita-cita tidaklah penting, kenapa tidak penting? Karena perasaan diabaikan adalah perasaan yang nggak enak, dan anak cenderung meninggalkan hal-hal yang dirasa tidak enak. Bagi anak, respon kita = bentuk perhatian, dan bagi anak diperhatikan adalah hal yang terasa anak, sehingga bila kita abaikan cita-cita anak maka kita sejatinya tidak memberi perhatian pada hal tersebut, dan bagaimana mungkin anak menganggap punya cita-cita adalah hal penting kalau kita sendiri manganggap bahwa hal tersebut tidaklah penting.

Apabila kita sering meremehkan cita-cita anak maka lama-lama anak bisa takut untuk punya cita-cita, takut yang biasanya terjadi adalah takut dipermalukan, ditertawakan, takut dibanding-bandingkan, tentu sayang sekali bukan bila anak sampai tidak mau punya cita-cita hanya karena takut? Bila sudah begini malah kita sendiri yang akan repot mendorong-dorong anak supaya punya cita-cita.

Apabila kita sering menghalangi, menyangkal cita-cita anak dengan ambisi kita, maka lama-lama anak bisa malas punya cita-cita, karena dibenaknya ia merasa orangtua tidak mendukung, harus capek-capek menjelaskan atau bahkan debat dan seringkali anak protes dengan cara-cara di luar dugaan, seperti malas bekerja, mogok sekolah atau kuliah dsb. Potensi resiko lain bila anak betul-betul bertekad dengan cita-citanya maka ia bisa saja sembunyi-sembunyi dari kita, atau menghindar dengan pergi jauh dari kita, misal memilih pindah kota supaya tidak bisa diintervensi oleh orangtuanya, bahkan pada beberapa kasus banyak juga yang malas untuk menghubungi atau mengunjungi orangtuanya apabila intervensi dari orangtuanya terlalu kuat dan mengganggu.

Solusi
Saat anak menunjukkan minat pada suatu bidang atau punya cita-cita pada suatu bidang maka tugas pertama kita bukanlah untuk mengkoreksi anak atau malah mengabaikannya, tapi tugas pertama kita adalah memahaminya dulu, kenapa anak bercita-cita itu? apa yang membuatnya tertarik? Apakah karena baginya hal tersebut asik saja, ataukah karena ia memang ingin berkarya disitu. Lalu, tidak perlu cemas kalau anak nampaknya cuma iseng saja, kadang-kadang ia punya cita-cita yang nggak masuk akal, atau hanya ingin menggoda kita saja, ya namanya juga anak-anak, santai saja kitanya.

Fokus kita sebaiknya pada: apakah anak sudah tahu kalau punya cita-cita maka perlu ada upaya untuk menuju kesana? Apakah anak sudah tahu perlu ada yang dipelajari bila ingin menggapai sebuah cita-cita? Apakah anak sanggup mempelajari hal-hal yang dibutuhkan demi cita-citanya tersebut? Fokuslah pada hal-hal itu dulu, tidak perlu ributin dulu soal ia ingin jadi apa, karena masih sangat mungkin berubah-ubah, supaya anak lama-lama juga paham bahwa ia bisa jadi apapun yang ia inginkan selama ia sanggup untuk mempelajari hal-hal yang dibutuhkan demi menuju cita-citanya tersebut. Sehingga setiap kali anak melontarkan cita-citanya maka yang perlu kita tunjukkan bahwa kita memperhatikannya, lalu beri ia info bahwa untuk menjadi seperti yang ia inginkan maka ia perlu belajar ini itu, atau untuk anak yang lebih besar maka kita bisa bertanya “kira-kira apa saja yang perlu kamu pelajari supaya kamu bisa jadi seperti yang kamu cita-citakan?”.


Salam,
Angga
@anakjugamanusia


Sumber: WhatsApp Group AnakJugaManusia

Disclaimer: Artikel atau Tanya-Jawab ini murni jawaban dari mas Angga, salah satu pakar parenting Indonesia. Saya adalah salah satu member Group AJM dan mas Angga telah mengijinkan tulisan beliau dishare dengan menyertakan serta penulis/sumbernya

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar