Top 5 Entri

Selasa, Mei 16, 2017

Adakah Orangtua yang Sempurna?

“Kalau sempurna itu diartikan tanpa pernah lakukan kesalahan, maka bergaul saja sama malaikat. Orangtua itu Manusia”



Tidak sedikit para orangtua yang saat bercerita tentang anaknya pada saya, juga mengeluhkan tentang diri mereka sendiri, menyesali kalau belum bisa jadi orangtua yang sempurna, meratapi kesalahan-kesalahan yang telah dibuat kepada anaknya. Menyadari kesalahan-kesalahan kita itu baik, namun hati-hati jangan sampai terjebak pada situasi menyalahkan diri sendiri berlarut-larut. Karena anak kita butuh kita dalam emosi yang sehat bukan dalam emosi yang seperti orang sedang berduka.

Banyak yang masih memahami bahwa jadi orangtua yang sempurna itu jadi orangtua yang tidak pernah melakukan kesalahan, hellooo??? Kita ini manusia, bukan malaikat, semakin cepat kita menyadari kalau kita ini manusia maka semakin sehat bagi emosi kita. Semakin kita meratapi kesalahan kita sebagai orangtua maka semakin kita menolak diri kita sendiri, semakin kita membenci diri kita sendiri, semakin kita sebel dan tidak sayang sama diri kita sendiri, sementara di satu sisi ada anak yang butuh kita lahir dan batin.

Saya ingin menggambarkan bahwa sempurna itu bukannya tanpa salah, namun sempurna itu adalah kesanggupan (mau + mampu) untuk menyadari dan mengevaluasi diri sendiri saat melakukan kesalahan, sehingga kita fokus pada upaya-upaya perbaikan bukan pada upaya penghancuran mental kita sendiri. Nah, lalu bagaimana donk supaya kita punya kesanggupan untuk menyadari dan mengevaluasi diri sendiri? Yuk kita dalami.

Pertama adalah buanglah gengsi kita, prinsip sederhananya bahwa diatas langit masih ada langit, sehebat-hebatnya ilmu dan pengetahuan tentang anak maka selalu ada saja hal-hal yang belum kita ketahui, jadi jangan pernah merasa paling mengerti, paling benar, paling anti masukan, apalagi kalau referensi ilmu kita adalah hasil warisan dari cara orangtua kita dalam mendidik kita, siap-siap deh ketinggalan jaman, hehehe. Saya tidak mengatakan bahwa warisan cara-cara orangtua kita jelek, tentu ada beberapa hal yang baik juga yang beliau warisan ke kita, namun perlu disadari bahwa kita mengasuh dan mendidik makhluk paling dinamis dijagat raya ini, jaman orangtua kita, jaman kita, jaman anak-anak kita sangat berbeda ruang dan waktu, tentu perlu pendekatan-pendekatan yang lebih disesuaikan lagi.

Kedua adalah bekali diri kita dengan sebanyak-banyaknya ilmu, ini point penting, karena tanpa ilmu kita akan gampang sekali bikin kesalahan saat mengasuh dan mendidik anak, parahnya lagi saat bikin kesalahan pun kita tidak sadar bahwa kita baru saja bikin kesalahan, gimana kita tahu kita bikin kesalahan kalau kita tidak ada punya referensi ilmu yang benar sama sekali. Ilmu itu ranjau kebaikan, semakin banyak ilmu dan semakin dalam ilmu yang kita pelajari maka semakin kita punya alarm pengingat otomatis saat kita bikin kesalahan, sehingga kita segera sadari dan lakukan upaya perbaikan.

Ketiga adalah jangan pelit-pelit jadi orangtua. “lho, aku nggak pelit kok, tiap hari anakku aku belikan mainan”, bukan itu, maksudnya jangan pelit sama diri sendiri kalau belajar ilmu parenting. Hayo coba dicek, sejak kita menikah hingga punya anak sekarang ini, berapa banyak anggaran untuk belajar parenting vs anggaran kita untuk hal-hal yang konsumtif? Beli paket internet 100ribu per bulan aja langsung ngacir ke ATM, takut nggak bisa chating sama teman-teman kita, giliran disodorin buku parenting 50ribu aja mikirnya kayak mau beli pesawat terbang heuehehe. Ada baju bagus 300ribu langsung hitung ulang uang belanja’an, diklop-klopin supaya bisa buat beli baju idaman, giliran disodorin seminar parenting 150ribu bueh seribu alasan dikeluarin kalau pas hari seminar ada acara dsb. Ada produk terbaru “Nona Sprei” harga 1,7juta buat semprot-semprot muka biar kinclong langsung tabungan dijebol, giliran disodorin DVD Parenting “bagaimana mengelola perilaku anak” harga 200ribu hadueh mikirnya kayak mau beli bisnis juta’an dolar. iiihhh kenapa saya jadi sewot begini ya, hahaha.

Sebetulnya sih ya terserah kita masing-masing, orang itu juga uang kita masing-masing, terserah kita mau dipakai untuk apa. Saya hanya mengingatkan supaya kita tidak salah prioritas, kita ini dipercaya dan diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengasuh dan mendidik makhluk kesayangannya, jangan sampai hanya karena tanpa ilmu lalu kita jadi asal-asalan dalam mendidik anak. Waktu kita panjang tapi tanpa terasa pendek lho, kesempatan kita untuk mendidik anak sehingga ia dewasa (sanggup belajar, berpikir, peduli) itu hanya sampai ia umur 14th lho, selepas itu juga masih bisa namun semakin sulit dan sulit, kalau kita terlewat maka kita akan punya anak yang sudah gede namun belum dewasa, sudah gede namun perilakunya masih seperti anak-anak, maunya menang sendiri, perilakunya cenderung merugikan atau menyakiti diri sendiri bahkan orang lain dsb. Bukan hanya sekali dua kali saya menemukan kasus seperti itu, namun berkali-kali.

Dear parents yang hebat, kalau ingin anak kita bermutu maka kita juga perlu berilmu, ibarat belajar setir mobil saja juga perlu belajar, apalagi soal mendidik dan mengasuh anak. Jadilah agent perubahan untuk Negeri ini, dimulai dari kita yang berilmu sehingga sanggup mendidik anak supaya mereka bermutu. Anak-anak tidak butuh orangtua yang sempurna yang tanpa kesalahan, anak-anak butuh teman yang bersedia untuk tumbuh dan belajar bersama mereka, bekal utama mendidik anak adalah mendidik diri sendiri.

Salam,
Angga
@anakjugamanusia


Sumber: WhatsApp Group AnakJugaManusia

Disclaimer: Artikel atau Tanya-Jawab ini murni jawaban dari mas Angga, salah satu pakar parenting Indonesia. Saya adalah salah satu member Group AJM dan mas Angga telah mengijinkan tulisan beliau dishare dengan menyertakan serta penulis/sumbernya

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar